BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masa kenabian merupakan masa yang awal
dari sejarah Islam, dan semenjak Rasulullah memulai dakwahnya sampai beliau
wafat yang dinamakan masa itu dengan masa kenabian atau masa wahyu, mengingat
ciri-ciri yang membedakannya dari masa-masa yang lain, adalah masa yang ideal,
yang di masa itulah puncak berwujudnya keagungan Islam. Masa kenabian itu,
terbagi kepada dua periode yang dipisahkan oleh hijrah. Dalam pada itu tidak
ada di antara kedua fase itu perbedaan yang tegas bahkan periode yang pertama,
adalah sebagai perintis jalan bagi yang kedua.
Bagi umat islam, semua aspek
kehidupan Nabi Muhammad SAW yang berupa ucapan, perbuatan, dan taqrirnya yang
disebut Sunnah-baik dalam kapasitasnya sebagai Nabi dan Rosulullah, pribadi,
kepala rumah tangga, tokoh masyarakat, komandan perang, maupun sebagai imam
atau pemimpin umat adalah sumber hokum atau rujukan umat yang paling otoritatif
dalam semua aspek kehidupan termasuk dibidang politik dan ketatanegaraan, di
samping al-Quran. Menampilkan dimensi kehidupan Nabi Muhammad sangat penting.
Dimensi ketatanegaraan dan pemerintah Nabi Muhammad yang menjadi titik fokus
pada bagian ini, sesungguhnya dan pada kenyataannya bukanlah sesuatu yang
berdiri sendiri tetapi terkait dengan aspek-aspek lainnya. Hanya memfokuskan
pada dimensi ketatanegaraan dan pemerintahan, aspek-aspek lain banyak yang
terabaikan atau terlewatkan. Dengan maksud menyederhanakan secara garis besar.[1]
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
fase pembentukan pemerintahan/Negara?
2.
Periode apa saja dalam ketatanegaraan pada masa Rosulullah SAW?
3. Apa saja praktek ketatanegaraan zaman Nabi Muhammad SAW?
4. Apa prinsip-prinsip dan Unsur-Unsur Kepemimpinan?
5. Apa saja faktor-faktor penyebab keberhasilan?
6. Apa saja dasar atau dalil fiqh?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Fase Pembentukan Pemerintahan/Negara
Fiqh siyasah
syar’iyyah telah dilaksanakan oleh Rasulallah saw. dalam mengatur dan
mengarahkan umatnya menuju tatanan sosial-budaya yang diridhai Allah swt..
Fakta itu tamapak sangat jelas setelah Rasulallah saw. melakukan hijrah dari Mekkah
ke Madinah. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa fakta yang sama tidak di
temukan pada saat Rasulallah masih tinggal di Mekkah. Pada saat di Mekkah,
Rasulallah lebih memusatkan perhatian atas “perencanaan” daripada “pelaksanaan” hal-hal
yang berhubungan dengan fiqh siyasah syar’iyyah.[2]
Salah satu
contoh pelaksanaan fiqh siyasah syar’iyyah adalah kebijakan yang dibuat
Rasulallah saw. berkenaan dengan persaudaraan intern kaum muslimin (ukhuwah
al-islamiyyah), maupun ekstern antara kaum muslim dengan komunitas
nonmuslim (ukhuwah al-insaniyyah). Sekalipun kendali kekuasaan dipegang oleh
komunitas muslim dalam hal ini adalah Rasulallah saw., namun perjanjian yang
dibuat tidak mengganggu keyakinan komunitas nonmuslim. Dikarenakan Rasulallah
saw., mendasarkan kebijakannya atas prinsip al-ukhuwah
al-insaniyyah yang diwujudkan dalam Piagam Madinah.[3]Piagam
ini juga menjamin kebebasan beragama dan kewajiban seluruh anggota masyarakat
dalam memepertahankan negeri dari serangan luar.[4]
B.
Ketatanegaraan Zaman Nabi Muhammad SAW
1. Islam Periode Makkah
Sistem
sosial, politik dan ekonomi masyarakat Makkah dibangun diatas prinsip atau
memiliki reevansi dengan agama mereka; paganisme atau penyembah berhala, dengan
menempatkan al-latta, al-Uzza, dan Manat sebagai berhala utama. Bagi
masyarakat Makkah, ada[5]
kesatuan dan keterkaitan antara agama dengan kehidupan sosial, politik dan
ekonomi. Kehadiran Nabi Muhammad di tengah masyarakat Makkah, dengan ajaran
Islam yang didakwahkannya, yang menimbulkan kerisauan para pembesar Makkah
sebenarnya bukan karena Muhammad menentang system sosial, politik dan pembagian
jabatan an sich, tetapi dan yang
terpenting adalah karena Muhammad akan memutus relevansi sosial, politik dan
ekonomi dengan pondasinya yang salah dan tidak sejalan dengan fitrah manusia
serta membawa petaka bagi umat manusia.
Ahmad Syalabi mengidentifikasi lima sebab penolakan
orang-orang Quraisy terhadap ajaran islam;
a.
Persaingan berebut kekuasaan. Sejarah konflik perebutan kekuasaan atau
jabatan. Mereka mengira bahwa dengan mengikuti ajakan Muhammad adalah identik
dengan[6]
penyerahan kekuasaan atau jabatan kepada Nabi Muhammad.
b.
Penyamaan hak antara kasta bangsawan dengan kasta hamba sahaya. Bangsa
Arab dikenal sebagai bangsa yang hidup berkasta-kasta. Stratifikasi sosial didasarkan
pada capital, nasab dan jumlah pengikut, sehingga dikenal ada kasta bangsawan
dengan hak-hak istimewanya, dan kasta rendahan dengan segala kehinaannya,
sementara ajaran islam memproklamirkan bahwa semua manusia berkedudukan sama
dan sederajat.
c.
Takut dibangkitkan. Bangsa Arab khususnya Makkah dikenal sebagai
pedagang yang memandang kekayaan dan kapitalisme sebagai juru selamat. Sebagian
besar mereka menjadikan materialism sebagai pandangan hidup. Akibatnya, tidak
percaya kepada kehidupan akhirat dengan segala konsekuensinya, sementara ajaran
islam periode awal justru banyak menginformasikan tentang kehidupan akhirat.
d.
Taqliq kepada nenek moyang. Agama paganisme yang dibawa Amr bin Luhayyi
bin Qam’ah telah diwariskan dari generasi ke generasi tanpa sikap kritis,
sehingga ketika ajaran islam diperkenalkan kepada mereka, mereka merasa asing
dan menganggap tidak perlusaya berkata “Hasbuna
ma wajadna”, cukuplah bagi kami apa yang kami dapati dari nenek moyang
kami.
e.
Memperniagakan patung. Islam diturunkan dengan membawa ajaran tauhid
sebagai asas utama, dan menolak semua yang bertentangan dengan asas ini. Bukan
hanya menolak penyembahannya, tetapi juga mengharamkan transaksinya. Mereka
yang menjadikan patung sebagai komoditas utama, tentu sangat keberatan ketika
komoditas itu dilarang.[7]
Perjuangan Nabi
Muhammad mendakwahkan islam di Mekkah rentang waktu 10 tahun tidak mengalami
perkembangan signifikan, tidak banyak masyarakat yang tersadrakan dan mengikuti
seruannya. Periode dakwah Nabi di Makkah adalah tahapan pembentukan pondasi
melalui pembersihan keyakinan yang sudah berkarat bagi masyarakat Makkah.
Membentuk instrument politik guna system sosial dan ekonomi yang adil dan
manusiawi diatas pondasi yang belum kokoh adalah sebagai tindakan yang sia-sia.[8]
2.
Islam Periode Madinah
Rosulullah memilih kaum Aus dan Khazraj untuk memilih
dua belas orang perwakilan kaumnya. Sesuai waktu yang ditentukan, Rosulullah
disertai Abu Bakar hijrah menuju Yastrib, menyusul sahabat-sahabat lain secara
diam-diam. Orang-orang kafir Quraisy mengetahui telah terjadi pertemuan antara
Rosulullah dengan penduduk Yastrib dan mengetahui Rosulullah akan bergabung
dengan mereka. Kafir Quraisy segera mengadakan rapat tertutup.[9]
Hadir sekitar 100 tokoh. Dalam rapat, banyak usulan yang dilontarkan, usul Abu
Jahal yang disepakati adalah agar memilih beberapa pemuda sebagai wakil dari
beberapa suku untuk membunuh Nabi secara bersama-sama.
Para kafir Quraisy mengusir Muhammad agar tidak berada
di Makkah, tetapi disisi lain mereka menghalangi kepergian Muhammad dan para
sahabat ke Yastrib.[10]
Rosululah dan rombongan berangkat menuju Yastrib
dengan menaiki seekor unta”al-Quswa”.
Nabi membiarkan unta berjalan menjjrut kehendaknya.[11]
Rentang waktu tidak terlalu lama, terjadi perubahan
drastis dan positf pada masyarakat Madinah yang selalu berperang dengan
semangat dan hamper selalu membasahi tanah Arabia yang tandus dengan darah,
dalam waktu relative cepat menjadi masyarakat yang siap bersanding dengan penuh
ketulusan dan keakraban. Langkah Rosulullah selanjutnya setelah membangun
masjid sebagai sentral aktifitas adalah memperkokoh persatuan dikalangan
Muhajirin dan Anshar dengan cara mempersatukan mereka.[12]
Bulan keempat hijriyah, terjadi peristiwa merisaukan
Muhammad dan para sahabat dan menjadi alat propaganda kaum munafiq serta memicu
perang bersejarah; perang Badar.[13]
Perang Badar merupakan peristiwa yang sangat menentukan dalam sejarah
perjuangan Nabi dan dianggap sebagai perang “Furqon” yakni perang pemisahan
antara yang haq dan yang bathil, antara kebenaran dan kesalahan, antara tauhid
dengan syirik, serta antara islam dan kafir. Pahlawan perang Badar memperoleh
kedudukan yang sangat istimewa dihadapan Allah, Rosulullah dan kaum Muslimin
sepanjang masa.
3.
Nabi Muhammad, Piagam Madinah, dan Negara Islam
Kemenangan kaum Muslimin pada perang Badar telah
menaikan prestise Nabi Muhammad dikalangan bangsa Arab, meski ditanggapi sinis
oleh hipokrit Yahudi. Sebagai penguasa, Nabi Muhammad telah, sedang, dan akan
mengambil berbagai langkah politik untuk keberlangsungan masyarakat Madinah.[14]
Usai perang Badar, berbagai langkah ditempuh Nabi. Nabi adalah pemegang
kekuasaan politik de facto dan de jure.[15]
Sejak awal-awal kehadiran di Madinah, Nabi Muhammad
mengambil langkah-langkah politik yang sejalan dengan visi agamanya. Sistem kekuasaan
dan ketentuan yang mengatur keberadaan rakyat di Madinah tertuang dalam dokumen
Piagam Madinah. Piagam[16]
dikategorikan sebagai undang-undang suatu Negara yang baru muncul, yang
didalamnya mengatur kekuasaan politik, hak-hak manusia, pengelolaan urusan
masyarakat.[17]
Piagam Madinah memberikan otonomi yang luas kepada
suku-suku Madinah dan mengizinkan warga non-muslim untuk menjalankan
keyakinannaya dan hidup berdampingan terhadap kaum muslimin. Tidak ada satu
preseden sejarah yang menuunjukan Nabi Muhmmad pernah memaksa umat lain untuk
menganut islam.[18]
Keberhasilan Rosulullah dan kaum muslimin memenangkan perang Badar,
semakin bertambahnya umat Islam, terjalinnya persaudaraan Muhajirin dengan
Anshar dan berhasil diwujudkannya peraturan masyarakat Madinah melalui piagam
Madinah, bukan berarti perjuangan Nabi dan kaum muslimin telah selesai. Dalam
sisa waktu sekitar delapan tahun kedepan dari kehidupan Rasulullah, berbagai
peperangan masih ditemui dan dijalani Rasulullah dan kaum Muslimin dalam
perjuangan menyebarkan risalah islam dan mereformasi umat manusia agar sesuai
dengan rencana Tuhan.
Adapun peristiwa
yang paling spektakuler dan monumental dari karir politik Nabi Muhammad adalah fathu Makkah atau pembebasan kota Makkah
pada tahun 10 Hijriyah. Ketika itu Nabi Muhammad[19]
berangkat menunaikan ibadah haji dengan disertai rombongan yang berjumlah
120.000 orang. Saat itu Rasulullah berada dalam puncak kekuasaan dan
kemenangan, namun pada saat yang bersamaan Nabi juga berada dipuncak ketawadhuan dan kasih sayangnya. Di
hadapannya berdiri dengan cemas dan tak berdaya orang Quraisy yang dulu
menyakiti, memboikot, menganiaya, mengusir, dan memerangi Nabi Muhammad dan
para sahabatnya. Saat itu, jika Rasulullah mau, dengan hanya perintah sepatah
kalimatpun ribuan pasukan Rasulullah akan dengan mudah membinasakan mereka,.
Namun yang dilakukan Rasulullah adalah memberikan amnesti umum; “Pergilah, sekarang kamu sekalian bebas”.
[20]
Dalam sejarah,
Konstitusi Madinah sudah menunjukan cirri-ciri yang bisa terdapat pada
konstitusi di dunia, yaitu adanya perubahan-perubahan terhadap konstitusi itu.
Perubahan terjadi dalam dua bentuk:
a.
Amandemen-amandemen, yaitu perubahan-perubahan dilakukan terhadap
pasal-pasal konstitusi itu, yang karena perkembangan masyarakat sudah tidak
dapat dipertahankan lagi.
b.
Pergantian, yaitu seluruh konstitusi itu sudah harus diganti dengan
konstitusi yang baru yang sesuai dengan panggilan jaman dan sesuai dengan
tuntunanrakyat banyak.[21]
C. Praktek Ketatanegaraan Zaman Nabi Muhammad SAW
Praktek
ketatanegaraan zaman Nabi Muhammad saw yang di jelaskan dalam bagian ini
melihat secara keseluruhan periode kenabian yaitu masa Mekkah dan masa Madinah.
Sebagaimana diketahui dalam sejarah, nabi menyebarkan agama islam di Mekkah
selama 10 tahun, sedangkan di Madinah 13 tahun. Jika dibandingkan kedua masa
tersebut, pengikut nabi dalam masa Makkah sangat sedikit bila dibandingkan
dengan masa madinah.[22]
Pada
masa Makkah posisi nabi adalah powerless
(tidak mempunyai kekuasaan politik), sementara pada masa Madinah posisi nabi powerfull (memiliki kekuasaan politik).
Bukti-bukti
sejarah dalam masa Kenabin Muhammad saw:
1. Bukti sejarah 1 : Baiat Aqobah 1 dan II
Pada
tahun kesebelas masa kenabian, terjadi suatu peristiwa yang tampaknya sederhana
tapi kemudian ternyata merupakan titik awal lahirnya suatu era baru bagi islam
dan juga bagi dunia. Kejadian tersebut adalah perjumpaan Nabi di Aqabah dengan
enam orang dari suku khazraj, yatsrib, yang datang kemekah untuk haji. sebagai
hasil perjumpaan, enam orang dari yatsrib tersebut masuk islam dengan
memberikan kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad
adalah utusan Allah.
Pada
musim haji keduabelas masa kenabian, dua belas orang laki-laki dari yatsrib
menemui nabi ditempat yang sama, Aqabah. selain mengaki kerasulan Nabi, masuk
islam, juga berbaiat atau berjanji kepada nabi bahwa mereka tidak akan
mempersekutukan Allah.
Kemudian
pada musim haji tahun berikutnya, sebanyak tujuh puluh tiga penduduk yatsrib
yang sudah memeluk islam berkunjung ke Mekah. Mereka mengundang nabi untuk
hijrah ke yatsrib dan menyatakan lagi pengakuan mereka bahwa Nabi Muhammad
adalah nabi dan pemimpin mereka. Nabi menemui tamu-tamunya itu di tempat yang
sama, yaitu Aqabah.
Dari
peristiwa baiat Aqabah 1 dan II tersebut menunjukan fakta bahwa antara nabi dan
penduduk yatsrib telah terjadi “pakta persekutuan” atau “kontrak sosial” dalam pengertian
ilmu politik.
2. Bukti sejarah 2 : Hijrah dari Mekah
kemadinah sebagai strategi konsolidasi politik
Berdasarkan
kedua baiat tersebut, Nabi menganjurkan pengikut-pengikutnya untuk berhijrah ke
yatsrib pada akhir tahun itu juga. beberapa bulan kemudian Nabi sendiri
berhijrah bergabung dengan mereka.[23]
Peristiwa hijrah ini di rekam dalam wahyu, dan memuji mereka yang berhijrah
(QS. 2:28 dan QS 16:41,10). Menurut Thomas W Arnold (1965 :23) dalam pulungan
(1995:79) peristiwa hijrah ini dinilai sebagai “suatu gerakan strategi yang
jitu”. Hal tersebut ditandai dengan aktivitas Nabi yang menetap di Yatsrib yang
kemudian di rubah menjadi kota madinah.
Aktivitas
Nabi yang pertama dan utama adalah mendirikan masjid Quba, dan menata kehidupan
social politik masyarakat madinah yang majemuk sebagai bentuk nyata konsolidasi
politik.
Aktivitas
kedua, yaitu konsolidasi politik masyarakat Madinah yang masyarakatnya majemuk.
Setelah Nabi Hijrah ke Madinah, masyarakat Madinahsecara umum di
kategorisasikan menjadi empat golongan, yaitu kaum muslimin yang berhijrah dari
makkah yang disebut kaum muhajirin; kaum muslimin yang merupakan penduduk asli
madinah yang disebut kaum anshor; kaum atau komunitas yahudi serta kaum pagan
atau badui madinah.
3. Bukti sejarah 3 : piagam Madinah sebagai
konstitusi Negara Madinah
Piagam
madinah sebagai sebuah perjanjian luhur antar Nabi dengan seluruh penduduk
Madinah yang majemuk oleh para pakar ilmu politik dianggap sebagai konstitusi
atau undang-undang dasar bagi Negara Islam yang pertama dan yang didirikan Nabi
di Madinah.[24]
Menurut
Munawir Sjadzali (1993 : 15-16) isi kandungan piagam Madinah sebagai landasan
bagi kehidupan bernegara untuk masyarakat majemuk di Madinah adalah : pertama,
semua pemeluk islam, meskipun berasal dari banyak suku, tetapi merupakan satu
komunitas: kedua, hubungan antara sesama anggota komunitas islam dan antara
komunitas islam dengan komunitas-komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsip
sebagai berikut : (a) bertentangga baik; (b) saling membantu dalam menghadapi
musuh bersama; (c) membela mereka yang teraniyaya; (d) saling menasehati; dan
(e) menghormati kebebasan beragama; ketiga, suatu hal yang patut dicatat bahwa
piagam Madinah tidak menyebut agama Negara.
4. Bukti sejarah 4 :Konsultasi publik :
Kegemaran Nabi Bermusyawarah.
Dalam
al-Qur’an ada dua ayat yang menyatakan pujian terhadap orang-orang yang
melaksanakan musyawarah sebelum mengambil keputusan (QS. 42:38), dan perintah
melaksanakan musyawarah (QS. 3:159). Dengan petunjuk dua ayat tersebut, nabi
membudayakan musyawarah dikalangan sahabatnya.[25]
5. Bukti sejarah 5 : Tugas pemerintahan :
Fungsi Legislatif, Yudikatif dan Eksekutif.
Praktek
pemerintahan yang dilakukan Nabi sebagai kepala Negara tampak pula dalam
pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan sehari-hari.[26]
Dalam piagam madinah beliau diakui sebagai pemimpin tertinggi, yang berarti
pemegang kekuasaan legeslatif, eksekutif dan yudikatif.
Praktek pemerintahan
Nabi di bidang hukum adalah kedudukan beliau sebagai hakam untuk menyelesaikan
perselisihan yang timbul di kalangan masyarakat Madinah, dan menetapkan hukuman
terhadap pelanggar perjanjian.
6. bukti sejarah 6 : Hubungan Internasional.
Dalam
praktek hubungan internasional, Nabi mengadakn hubungan dengan
penguasa-penguasa yang ada di Jazirah Arab dengan mengutus utusan beliau
mengirimkan surat-surat (diplomasi) kepada Kisar Romawi, Kaisar Persia,
penguasa Mesir, penguasa Bahrain, penguasa Basroh dan sebagainya. Dengan adanya
hubungan damai dan saling pengertian diharapkan para penguasa tersebut dapat
menerima kehadiran islam di wilayah kekuasaan mereka. Ini dapat disebut sebagai
“politik dakwah Nabi” dalam rangka syiar islam.
7. Bukti sejarah 7 : Terpenuhunia
Unsur-Unsur Negara.
Negara
Madinah yang dipimpin Nabi dapat dikatakan sebagai negara, karena di pandang
dari sudut politik, syarat berdirinya sebuah Negara itu mempunyai wilayah,
penduduk dan pemerintahan.[27]
(Budiardjo, 1989 : 44). Negara Madinah memenuhi syarat untuk disebut Negara,
yaitu adanya wilayah, penduduk dan pemerintah yang berdaulat. Wilayahnya adalah
Kota Madinah dan sekitarnya. Rakyatnya terdiri dari kaum muhajirin, kaum
Anshar, kaum Yahudi dan sekutunya, kaum Badui (Arab pagan) yang menetap di kota
Madinah. Sedangkan pemerintahan yang berdaulat di pegang oleh Nabi dan dibantu
oleh para sahabat-sahabatnya. Undang-Undangnya berdasarkan Syariat Islam yang
diwahyukan oleh Allah dan Sunah Rosul termasuk piagam madinah.
Dari beberapa bukti sejarah yang
digambarkan diatas menunjukan baha nabi menjalankan tugas-tugas sebagai kepala
Negara. hal ini juga diakui oleh Montgomery Watt (1964 : 225) yang menyatakan bahwa
Nabi Muhammad telah membentuk sebuah persekutuan masyarakat yang terdiri atas
beberapa suku menjadi masyarakat politik sebagai rakyat Madinah dan Nabi
sebagai pemimpinnya.
D.
Prinsip-Prinsip Dan Unsur-Unsur Kepemimpinan
1. Beliau
menomorsatukan fungsi sebagai landasan dalam memilih orang atau sesuatu, bukan
penampilan atau faktor-faktor luar lainnya
Keempat sahabat yang dikenal sangat
dekat dengan Beliau, yakni Abu Bakar Assidiq, Umar ibnu Khattab, Ustman ibnu
Affan dan Ali ibnu Abi Tholib adalah gambaran jelas kemampuan Muhammad saw
dalam melihat fungsi. Keempat sahabat tersebut memiliki fungsi
sendiri-sendiri dalam era kepemimpinan Muhammad saw
2. Beliau
mengutamakan segi kemanfaatan daripada kesia-siaan
Tidak ada perkataan, perbuatan
bahkan diamnya seorang Muhammad yang menjadi sia-sia dan tidak
bermakna. Pilihan terhadap kurma, madu, susu kambing dan air putih sebagai
makanan yang bermanfaat untuk tubuh adalah salah satu contohnya. Bagaimana
sukanya Muhammad terhadap orang yang bekerja keras dan memberikan manfaat
terhadap orang banyak dan kebencian beliau terhadap orang yang menyusahkan dan
merugikan orang lain adalah contoh yang lain.
3.
Beliau mendahulukan yang lebih
mendesak daripada yang bisa ditunda
Ketika ada yang bertanya kepadanya,
mana yang harus dipilih apakah menyelamatkan seorang anak yang sedang
menghadapi bahaya atau meneruskan shalat, maka beliau menyuruh untuk
membatalkan shalat dan menyelamatkan anak yang sedang menghadapi bahaya.
4. Beliau
lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri
Ketika datang wahyu untuk melakukan
hijrah dari kota Makkah ke Madinah, Muhammad Saw baru berangkat ke Madinah
setelah semua kaum Muslimin Makkah berangkat terlebih dulu. Padahal saat
itu beliau terancam akan dibunuh, namun tetap mengutamakan keselamatan kaumnya
yang lebih lemah.
5. Beliau
memilih jalan yang tersukar untuk dirinya dan termudah untuk umatnya
Apabila ada orang yang lebih memilih
mempersulit diri sendiri dari pada mempersulit orang lain, maka dia adalah para
Nabi dan Rasul. Begitu pun dengan Muhammad saw. Ketika orang lain
disuruh mencari jalan yang termudah dalam beragama, maka Beliau memilih untuk
mengurangi tidur, makan dan shalat sampai bengkak kakinya.
6. Beliau
lebih mendahulukan tujuan akhirat daripada maksud duniawi
Para Nabi dan Rasul adalah
orang-orang terpilih sekaligus contoh teladan bagi kita.
E. Faktor-Faktor Penyebab Keberhasilan
1)
Kesempurnaan islam dan
komprehensitifitasnya
Islam adalah satu-satunya agama yang diridhoi Allah SWT.[28] Apabila ada keyakinan di luar Islam
maka keyakinan itu tertolak dan tidak diridhoi Allah SWT. Islam juga adalah
agama yang sempurna.[29]
Dikatakan sempurna karena memang ajaran Islam mencakup berbagai sisi kehidupan.
Islam memuat aspek hukum –halal-haram, mubah-makruh, fardhu-sunnah—juga
menyangkut masalah akidah, ibadah, politik, ekonomi, perang, damai,
perundangan, dan semua konsep hidup manusia.[30]
Islam
adalah agama wahyu. Islam datang dari sisi Allah SWT. Apa-apa yang ada dalam
ajaran Islam wajiblah dikerjakan karena memang kesemua itu bersumber dari sang
Khalik. Kebenaran Islam yang bersifat Rabbany tidak disangkal lagi
kebenarannya. Allah SWT berfirman:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ
لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa
petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala
agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci.” (QS.61:9)
Islam
bersifat komprehensif yakni menyeluruh. Maksud menyeluruh ini telah disebutkan
diatas bahwa ajaran Islam itu mencakup berbagai sisi kehidupan. Islam memuat
aspek hukum –halal-haram, mubah-makruh, fardhu-sunnah—juga menyangkut masalah
akidah, ibadah, politik, ekonomi, perang, damai, perundangan, dan semua konsep
hidup manusia.
2)
Kepribadian Rosulullah SAW
dan ketauladannya
Rasulullah
SAW adalah manusia teladan. Seyogyanya kita sebagai seorang muslim menjadikan
beliau idola. Kita juga harus selalu berusaha mencontoh kepribadian yang baik
yang ada dalam dirinya. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah. [QS. Al Ahzab/33:21]
Rasulullah
SAW tidak pernah cacat di masyarakatnya. Selain karena terlahir dari keluarga
mulia, Nabi Muhammad SAW juga selalu dikenal hanya mengerjakan perbuatan yang
mulia saja. Beliau memiliki prestasi yang diakui oleh ummatnya sejak usia
belia.[31]
3)
Kebersamaan Allah dan
pertolongan-Nya
Faktor
kesempurnaan Islam dan kepribadian Rasulullah SAW memungkinkan lahirnya faktor
utama yang ketiga yaitu faktor “kebersamaan Allah SWT dan pertolongan-Nya” yang
memang hal itu telah menjadi janji Allah SWT yang tertulis dalam Al-Quran:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ
يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Hai
orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu..”
[QS. Muhammad/47:7]
F.
Dasar Atau Dalil Fikih Siyasah Dalam Al-Quran
Dalil fikih siyasah:
a.
Kemestian
mewujudkan persatuan dan kesatuan umat, sebagaimana tertuang dalam al-Qur’an (Q.S. AL-Mukminun:52) Sesungguhnya
(agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah
Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku.
b.
Kemestian
bermusyawarah dalam menyelesaiakan dan mneyelenggarakan masalah yang bersifat
ijtihadiah. Al-qu’an mengisyaratkan bahwa umat Islam terkait keharusan
menyelesaikan persoalan. (Q.S. asy-Syuro: 38) Urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarat antara mereka
c.
Kemestian
menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil, sebagaimana tertuang dalam
Q.S. an-Nisa: 58
d.
Kemestian
menaati Allah dan Rasulullah, dan ulil amri (pemegang kekuasaan). (Q.S An-Nisa:59) Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil
amri di antara kamu.
e.
Kemestian
mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat Islam (Q.S. al-Hujurat:9) Dan kalau ada dua
golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara
keduanya!
f.
Kemestian
mempertahankan kedaulatan negara, dan larangan melakukan agresi dan infasi (Q.S.
al-Baqarah: 190) Dan
perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu
g.
Kemestian
mementigkan perdamaian dari pada permusuhan (Q.S al-Anfal: 61) Dan jika mereka condong
kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah.
h.
Kemestian
meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan keamanan (Q.S. al-Anfal:
60) Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu
tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.
i.
Keharusan
menepati janji (Q.S. an-Nahl:91)
Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu
berjanji dan janganlah
kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu)
j.
Keharusan
mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa (Q.S. al-Hujurat: 13)
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
k.
Kemestian
peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat (Q.S. al-Hasyr: 7)
Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu
Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu
Dasar Siyasah dalam al-Hadits
a.
Keharusan
mengangkat pemimpin
عن ابى هر يرة قال النبى صلى الله عليه وسلم : اذا خرج ثلا ثة فى السفر فا ليؤ
عن ابى هر يرة قال النبى صلى الله عليه وسلم : اذا خرج ثلا ثة فى السفر فا ليؤ
مروااحمدهم(رواهبوداود)
“Dari Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah SAW, apabila tiga orang keluar untuk bepergian, maka hendaknya salah seorang diantara mereka menjadi pemimpin diantara mereka.”
“Dari Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah SAW, apabila tiga orang keluar untuk bepergian, maka hendaknya salah seorang diantara mereka menjadi pemimpin diantara mereka.”
b.
Kemestian
pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya
عن عبد الله بن عمرو ان النبى صلى الله عليه وسلم قا ل : كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته ولا ما م على الناس راع وهو مسؤل عن رعيته والر جا ل راع على اهل بية وهو مسؤل عنهم (متفق عليه)
“Dari Ibnu Umar r.a., bersabda Nabi SAW, setiap kamu itu adalah pamimpin dan setiap pemimpin itu bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang imam yang menjadi pemimpin rakyat bertanggung jawab terhadap rakyatnya dan setiap suami bertanggung jawab atas rumah tangganya”
عن عبد الله بن عمرو ان النبى صلى الله عليه وسلم قا ل : كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته ولا ما م على الناس راع وهو مسؤل عن رعيته والر جا ل راع على اهل بية وهو مسؤل عنهم (متفق عليه)
“Dari Ibnu Umar r.a., bersabda Nabi SAW, setiap kamu itu adalah pamimpin dan setiap pemimpin itu bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang imam yang menjadi pemimpin rakyat bertanggung jawab terhadap rakyatnya dan setiap suami bertanggung jawab atas rumah tangganya”
c.
Kemestian
menjadikan kecintaan dalam persaudaraan sebagai dasar hubungan antara pemimpin
dengan pengikut
عن عوف بن ما لك عن النبى صلى ا لله عليه وسلم قا ل : خيا ر ائمتكم الذين تحبو نهم ويحبو نكم ويصلون عليكم وتصلون عليهم وشرائر ائمتكم الذين تبغضو نهم ويبغونكم تلعنو نهم ويلعنو نكم (رواه مسلم)
“Dari Auf bin Malik, telah bersabda Rasulullah SAW, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mencintai kamu dan kamu mencintainya, mendoakan kamu dan kamu mendoakan mereka, sedangkan pemimpin yang jelek adalah pemimpin yang yang kamu benci dan mereka membenci kamu, kamu melaknat mereka dan mereka melaknat kamu.”
عن عوف بن ما لك عن النبى صلى ا لله عليه وسلم قا ل : خيا ر ائمتكم الذين تحبو نهم ويحبو نكم ويصلون عليكم وتصلون عليهم وشرائر ائمتكم الذين تبغضو نهم ويبغونكم تلعنو نهم ويلعنو نكم (رواه مسلم)
“Dari Auf bin Malik, telah bersabda Rasulullah SAW, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mencintai kamu dan kamu mencintainya, mendoakan kamu dan kamu mendoakan mereka, sedangkan pemimpin yang jelek adalah pemimpin yang yang kamu benci dan mereka membenci kamu, kamu melaknat mereka dan mereka melaknat kamu.”
d. Kemestian pemimpin berfungsi sebagai
perisai; tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menyerang, tetapi juga
berfungsi sebagai alat untuk berlindung
عن ابى هريرة عن النبى صلى الله عليه وسلم قال : انما الا ما م جنة يقاتل من ورائه ويتقى به فا ذا امر بالتقو ى الله عز وجل وعد كان له بذ لك اجر وان يامر بغيره كان عليه منه (رواه مسلم)
“Dari Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah SAW, sesungguhnya pemimpin itu ibarat perisai yang dibaliknya digunakan berperang dan berlindung. Apabila pemimpin memerintah berdasarkan ketakwaan kepada Allah azza wa jalla dan berlaku adil, maka baginya ada pahala, apabila memerintah dengan dasar selain itu, maka dosanya akan dibalas.”
عن ابى هريرة عن النبى صلى الله عليه وسلم قال : انما الا ما م جنة يقاتل من ورائه ويتقى به فا ذا امر بالتقو ى الله عز وجل وعد كان له بذ لك اجر وان يامر بغيره كان عليه منه (رواه مسلم)
“Dari Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah SAW, sesungguhnya pemimpin itu ibarat perisai yang dibaliknya digunakan berperang dan berlindung. Apabila pemimpin memerintah berdasarkan ketakwaan kepada Allah azza wa jalla dan berlaku adil, maka baginya ada pahala, apabila memerintah dengan dasar selain itu, maka dosanya akan dibalas.”
e. Kemestian pemimpin untuk berlaku adil
dan dengan itu kemuliaannya tidak hanya dihormati manusia dalam kehidupan
dunia, tetapi juga dihormati Allah dalam kehidupan akhirat
عن ابى هريرة عن النبى صلى الله عليه وسلم قال : سبعة يظلهم ا لله فى ظله يوم لا ظل الا ظله امام عادل (متفق عليه)
“Dari Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah SAW, ada tujuh golongan yang dinaungi Allah SWT, dibawah naungan-Nya, pada hari kiamat yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yang pertama adalah imam yang adil…”
عن ابى هريرة عن النبى صلى الله عليه وسلم قال : سبعة يظلهم ا لله فى ظله يوم لا ظل الا ظله امام عادل (متفق عليه)
“Dari Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah SAW, ada tujuh golongan yang dinaungi Allah SWT, dibawah naungan-Nya, pada hari kiamat yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yang pertama adalah imam yang adil…”
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ketatanegaraan Zaman Nabi Muhammad SAW
1. Islam Periode Makkah
2. Islam Periode Madinah
3. Nabi Muhammad, Piagam Madinah, dan Negara Islam
Praktek
Ketatanegaraan Zaman Nabi Muhammad SAW meliputi bukti-bukti sejarah
dalam masa Kenabin Muhammad saw:
1. Bukti sejarah 1 : Baiat Aqobah 1 dan II
2. Bukti sejarah 2 : Hijrah dari Mekah
kemadinah sebagai strategi konsolidasi politik
3. Bukti sejarah 3 : piagam Madinah sebagai
konstitusi Negara Madinah
4. Bukti sejarah 4 :Konsultasi publik :
Kegemaran Nabi Bermusyawarah.
5. Bukti sejarah 5 : Tugas pemerintahan :
Fungsi Legislatif, Yudikatif dan Eksekutif.
6. bukti sejarah 6 : Hubungan Internasional.
7. Bukti sejarah 7 : Terpenuhunia
Unsur-Unsur Negara
Prinsip-Prinsip
Dan Unsur-Unsur Kepemimpinan
a. Beliau
menomorsatukan fungsi sebagai landasan dalam memilih orang atau sesuatu, bukan
penampilan atau faktor-faktor luar lainnya
b. Beliau
mengutamakan segi kemanfaatan daripada kesia-siaan
c. Beliau
mendahulukan yang lebih mendesak daripada yang bisa ditunda
d. Beliau
lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri
e. Beliau
memilih jalan yang tersukar untuk dirinya dan termudah untuk umatnya
f. Beliau
lebih mendahulukan tujuan akhirat daripada maksud duniawi
Faktor-Faktor Penyebab Keberhasilan
1.
Kesempurnaan islam dan
komprehensitifitasnya
2.
Kepribadian Rasul Saw dan ketauladannya
3.
Kebersamaan Allah dan Pertolongan-Nya
B.
Kritik
dan Saran
Kritik dan saran yang mendukung
sangat dibutuhkan penulisdalam memperbaiki makalh ini, karena penulis tahu
bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali terdapat kesalahan dan
kekurangan dan jauh sekali dari kata sempurna.
[31] Wahyu Ilahi dan Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm.39
Tidak ada komentar:
Posting Komentar