BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah asal mula dan perkembangan
keluarga dalam masyarakat telah lama menjadi perhatian para ahli ilmu-ilmu
sosial, yang dalam upaya itu telah mencari bahan perbandingannya dalam
kawanan-kawanan hewan yang hidup berkelompok.
Pada tingkat pertama dalam proses perkembangan masyarakat
dan kebudayaannya, manusia mula-mula hidup mirip sekawan hewan berkelompok,
pria dan wanita hidup bebas tanpa ikatan. Kelompok keluarga inti sebagai inti
masyarakat karena itu juga belum ada. Lama- Lama manusia sadar akan hubungan antara seorang ibu dan
anak-anaknya, yang menjadi satu kelompok keluarga inti karena anak-anak hanya
mengenal ibunya, tetapi tidak mengenal ayahnya.
Dalam kelompok seperti ini ibulah yang
menjadi kepala keluarga. Perkawinan antara ibu dan anak yang berjenis pria di
hindari, sehingga timbullah adat eksogami. Kelompok ibu, dengan ini telah
mencapai tingkat dalam proses perkembangan kebudayaan manusia.
Sistem kekeluargaan merupakan salah satu segi dari
kebudayaan bermacam-macam pengelompokan. Manusia sejak dilahirkan telah langsung
termasuk dari bagian satu jenis kelompok yang terdapat di mana- mana atau yang
universal sifatnya yaitu keluarga.[1]
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan kekerabatan?
2.
Apa saja system-sistem kekerabatan Indonesia?
3.
Apa saja bentuk dan fungsi keturunan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian kekerabatan atau
kekeluargaan
Hubungan
kekerabatan atau kekeluargaan merupakan hubungan antara pihak tiap entitas yang
memiliki asal usul silsilah yang sama baik memiliki keturunan biologis ,
social, dan budaya. Hubungan kekerabatan ini adalah salah satu prinsip mendasar
untuk mengelompokan tiap orang kedalam kelompok social peran katagori dan
silsilah. Dan dalam Antropologi sistem kekerabatan termasuk dalam keturunan dan
pernikahan.
Sitem
kekerabatan menurut Meyer Fortes adalah bahwa system kekerabatan
suatu masyarakat dapat dipergunakan untu kmenggambar struktur social dari masyarakat yang bersangkutan.[2]
B. Sistem-sistem kekerabatan Indonesia
a. Sistem
kekerabatan parental
Anak menghubungkan diri dengan
kedua orangtuanya. Anak juga menghubungkan diri dengan kerabat ayah-ibunya
secara bilateral. Dalam sistem kekerabatan parental kedua orang tua maupun
kerabat dari ayah-ibu itu berlaku peraturan-peraturan yang sama baik
tentang perkawinan, kewajiban memberi nafkah, penghormatan, pewarisan. Dalam
susunan parental iniseorang anak hanya memperoleh semenda dengan jalan
perkawinan, maupun langsung oleh perkawinannya sendiri, maupun secara tak
langsung oleh perkawinan sanak kandungnya, memang kecuali perkawinan
antara ibu danayahnya sendiri.Susunan sistem kekerabatan parental berlaku pada masyarakat
jawa, madura, Kalimantan dan Sulawesi.
b. Sistem
kekerabatan patrilineal
Anak menghubungkan diri dengan
ayahnya (berdasarkan garisketurunan laki-laki). Sistem kekerabatan ini anak
juga menghubungkan diridengan kerabat ayah berdasarkan garis keturunan
laki-laki secara unilateral.Di dalam
susunan masyarakat Patrilineal yang berdasarkan garis keturunan bapak
(laki-laki), keturunan dari pihak bapak (laki-laki) dinilai mempunyaikedudukan
lebih tinggi serta hak-haknya juga akan mendapatkan lebih banyak. Susunan
sistem kekerabatan Patrilineal berlaku pada masyarakatBatak dan Bali.
c. Sistem
kekerabatan matrilineal
Anak menghubungkan diri dengan
ibunya (berdasarkan garisketurunan perempuan). Sistem kekerabatan ini anak juga
menghubungkan diridengan kerabat ibu berdasarkan garis keturunan perempuan
secara unilateral.Dalam masyarakat yang
susunannya matrilineal, keturunan menurut garis ibudipandang sangat penting,
sehingga menimbulkan hubungan pergaulankekeluargaan yang jauh lebih rapat dan
meresap di antara para warganya yangseketurunan menurut garis ibu, hal mana
yang menyebabkan tumbuhnyakonsekuensi (misalkan, dalam masalah warisan) yang
jauh lebih banyakk dan lebih penting daripada keturunan menurut garis
bapak.Susunan sistemkekerabatan Matrilinel berlaku pada masyarakat minangkabau.[3]
C. Bentuk
dan fungsi kelompok keturunan
Tugas yang dilaksanakan kelompok
keturunan yaitu bermacam-macam. Disamping berfungsi memberi bantuan timbal
balik kepada para anggotanya, kelompok keturunan juga dapat member bantuan
kepada orang lanjut usia dan orang sakit atau membantu dalam perkawinan atau
kematian. Kelompok keturunan juga dapat berfungsi memegang peranan dalam
menentukan dengan siapa orang boleh dan tidak boleh kawin. Kelompok keturunan
juga dapat berfungsi sebagai penyimpan tradisi keagamaan. Pemujaan arwah nenek
moyang, misalnya merupakan sarana yang penting yang memperbesar solidaritas
kelompok.
1. Lineage
Lineage adalah badan kelompok keturunan yang terdiri
atas kerabat-kerabat sedarah yang mengaaku sebagai keturunan dari nenek moyang
yang sama dan yang dapat menelusuri keturunan itu melalui garis-garis yang
secara genealogis yang diketahui. Istilah itu biasanya digunakan bila aturan
umum[4]
dalam masyarakat adalah bentuk keturunan unilineal, ada kelompok ambilineal
yang sama.
Lineage berorientasi pada leluhur. Keanggotaan dalam
kelompok hanya diakui kalau hubungan dengan leluhur bersama itu dapat
ditelusuri dan dibuktikan. Kekuasaan politik dan keagamaan berasal dari
lineage.
Lineage seperti General Motors atau Polaroid adalah
badan hokum. Karena sesudah para anggotanya meninggal dunia badan hokum itu
tetap ada. Lineage merupakan dasar yang kokoh dan efektif untuk organisasi
sosial.
Keadaan yang umum dalam lineage ialah bersifat
eksogaminya. Anggota suatu lineage harus mencari jodohnya dari lineage lain.
Keuntungan dari eksogami lineage adalah bahwa persaingan seksual yang potensial
didalam kelompok dapat dikendalikan, memperkuat solidaritas. Eksogami merupakan
perkawinan bukan hanya persetujuan antara dua individu tetapi juga persekutuan
baru antar lineage. Eksogami lineage memelihara komunikasi terbuka dan
memperlancar penyebaran pengetahuan dari lineage yang satu kepada yang lain.[5]
2. Klen
Generasi berganti generasi dan didalam lineage lahir
para anggota baru, jumlah anggotanya mungkin menjadi terlalu besar untuk
dikelola dengan baik. Lineage akan terbelah menjadi lineage baru yang lebih
kecil. Kalau terjadi pembelahan, anggota lineage yang baru tetap mengakui
adanaya hubungan dasar anatara yang satu dan yang lain. Akibat proses ini ialah
lahirnya kelompok keturunan jenis kedua yaitu klen. Istilah “klen” dekat artinya dengan “sib”. Klen (sib)
didefinisikan sebagai kelompok keturunan non-badan hokum, dimana setiap
anggotanaya menganggap diri sebagai keturunan dari leluhur yang sama (yang
boleh jadi ada sungguh-sungguh atau hanya fiktif), tetapi tidak dapat
menelusuri garis genealogis yang sebenarnya sampai kembali kepada leluhur
mereka. Klen berbeda dengan lineage dari segi lain tidak ada unit tempat
tinggal yang pada umumnya meskipun tidak selalu demikian merupakan cirri
lineage. Keturunan dapat bersifat patrilineal, matrilineal atau ambilineal.
Anggota klen tidak memliki harta benda berwujud.
Klen memegang fungsi pemersatu yang penting. Klen dapat mengatur perkawinan
melalui lembaga eksogami. Klen member kebebasan kepada orang-orangnya untuk menjadi
anggota kelompik local yang bukan kelompok mereka sendiri.[6]
Karena tidak memiliki kesatuan tempat tinggal
seperti lineage, klen bersandar pada lambing-lambang berupa binatang,
tumbuh-tumbuhan, kekuatan alam, dan benda-benda untuk membangkitkan solidaritas
para anggotanya dan sarana identifikasi. Lambang itu disebut totem.
Totem adalah konsep yang sedang berubah yang
berbeda-beda dari klen ke klen. Sejenis totemisme modern yaitu tim baseball dan
sepak bola diberi nama binatang-binatang galak seperti harimau. Akan tetapi,
lambing-lambang binatang dalam masyarakat modern tidak mengandung pengertian
tentang keturunan dan rasa kekeluargaan yang kuat dan juga tidak ada
hubungannya dengan macam-macam upacara yang berkaitan dengan totem klen.
3. Fratri
dan Paruh
Fratri (phatry) ialah kelompok keturunan unilineal
yang terdiri atas dua klen atau lebih yang dianggap saling berhubungan,
terlepas dari apakah nyatanya memang demikian atautidak. Para anggota fratri
tidak menelusuri secara teliti keturunan mereka dengan leluhur bersama mereka,
meskipun mereka mengakui bahwa leluhur itu tidak ada.[7]
Kalau seluruh masayrakat terbagi menjadi dua dan
hanya dua kelompok keturunan yang besar, entah itu sebanding dengan klen atau
fratri, setiap kelompoknya disebut paruh (moiety). Anggota paruh percaya mereka
memiliki leluhur bersama. Anggota lineage dan klen lebih kuat dari pada anggota
fratri dan paruh. Karena kelompok yang terakhir ini lebih besar dan bersifat
lebih kabur.
4. Kekerabatan
Bilateral dan Kelompok Saudara
Kekerabatan bilateral adalah karakteristik
masayrakat barat menghubungkan seseorang dengan lain-lain saudara dekat melalui
laki-laki dan perempuan. Jadi prinsip ini menghubungkan seseorang menurut garis
keturunannya dengan semua delapan orang nenek dan kakeknya dan kesamping dengan
semua saudara sepupu tingkat ketiga dan keempat. Kelompok biasanya diperkecil
menjadi lingkungan keci terdiri keluarga dari pihak ayah dan ibu, disebut
kelompok saudara (kindred). Kelompok saudara didefinisikan sebagai kelompok
orang-orang yang saling berhubungan erat dengan seseorang yang masih hidup
melalui kedua orangtuanya. Keturunan unilineal, organisasi kelompk saudara
lebih melebar daripada keatas. Artinya ego atau orang yang dijadikan pusat
untuk menentukan tingkat dari setiap hubungan merupakan puasat kelompok.[8]
Kelompok saudara memiliki karakteristik menyebabkan
berbeda dengan semua kelompok keturunan lainnya karena strukturnya yang
bilateral, kelompok saudara tidak pernah sama untuk dua individu yang manapun
juga, kecuali saudara kandung (laki-laki dan perempuan). Jadi, tidak ada dua
orang (kecuali saudara kandung) yang termasuk kelompok saudara yang sama. Hal
yang sama berlaku untuk ibu ego, bibi-bibi dari pihak ibu dan ayah dan
paman-paman. Jadi, kelompok saudara itu tidak terdiri atas orang-orang yang
memiliki leluhur bersama tetapi atas orang-orang yang sama-sama mempunyai
hubungan dengan orang yang masih hidup yaitu ego.
Ego: pusat kelompok saudara. Kelompok saudara
disebut kelompok yang berpusat atau berfokus ego, sebab yang menjadi titik
pusatnya adalah ego atau orang yang melihat kepada ke;ompok. Jadi karena
kaburnya, sifatnya yang sementara dan mudahnya berubah-ubah, kelompom saudara
merupakan unit sosial yang lebih lemah daripada kelompok keturunan. Kelompok
saudara bukan kelompok yang lestari – kelompok berhenti dengan kematian ego.
Tidak ada yang dapat memiliki, mengelola dan memindahkan tangankan harta milik.
Kelompok saudara tidak dapat mengatur penugasan, juga tidak mudah dapat
melaksanakan pengadilan dan menentukan status. Akhirnya, kelompok saudara juga
dapat mengatur perkawinan melalui system eksogami.
Kelompok kekerabatan kebanyakan terdapat dalam
masyarakat industri. Dalam masyarakat seperi itu perorangan yang dipentingkan
dan system kekerabatan yang kuat tidak begitu penting seperti untuk bangsa
non-Barat.
5. Evolusi
Kelompok keturunan
Perkawinan berfungsi sebagai mekanisme untuk
mempersatukan individu-individu dalam sebuah masyarakat. Lineage lahir dari
organisasi keluarga luas, selama ada masalah-masalah organisasi yang
pemecahannya dapat dibantu oleh kelompok-kelompok. Inti keluarga itu (pria
dalam keluarga patrilokal, wanita dari yang matrilokal, dan pria maupun wanita
dari ambilokal).
Lineage akan hilang landasan ekonominya apabila
sumberdayanya diambil oleh lembaga-lembaga politik yang timbul. Akan tetaapi,
klen mungkin tetap hidup kalau tetap mengandung fungsi integratif yang penting.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hubungan
kekerabatan atau kekeluargaan merupakan hubungan antara pihak tiap entitas yang
memiliki asal usul silsilah yang sama baik memiliki keturunan biologis ,
social, dan budaya.
Sistem kekerabatn di Indonesia
sendiri ada 3 yaitu:
1. Sistem kekerabatan parental
2. Sistem kekerabatan patrilineal
3. Sistem kekerabatan matrilineal
Bentuk dan fungsi keturunan dalam
kekerabatan ada 5 yaitu:
1. Lineage
2. Klen
3. Fratri dan paruh
4. Kekerabatan Bilateral dan kelompok
saudara
5. Evolusi Kelompok keturunan
Daftar
PUSTAKA
Koentjaraningrat,Pengantar Antropologi II. Jakarta:PT
RINEKA CIPTA,2005.
William A. Haviland
R.G. Soekadijo,Antopologi Edisi keempat
jilid tiga,Jakarta:Erlangga,1985
[1]
Koentjaraningrat,Pengantar
Antropologi II. Jakarta:PT RINEKA CIPTA,2005.
[2]
Koentjaraningrat,Pengantar Antropologi II. Jakarta:PT
RINEKA CIPTA,2005.
[4] William A.
Haviland R.G. Soekadijo,Antopologi Edisi
keempat jilid tiga,Jakarta:Erlangga,1985,hlm114
[5] William A.
Haviland R.G. Soekadijo,Antopologi Edisi
keempat jilid tiga,Jakarta:Erlangga,1985,hlm115
[6] William A.
Haviland R.G. Soekadijo,Antopologi Edisi
keempat jilid tiga,Jakarta:Erlangga,1985,hlm116
[7] William A.
Haviland R.G. Soekadijo,Antopologi Edisi keempat
jilid tiga,Jakarta:Erlangga,1985,hlm117
[8] William A.
Haviland R.G. Soekadijo,Antopologi Edisi
keempat jilid tiga,Jakarta:Erlangga,1985,hlm118
Tidak ada komentar:
Posting Komentar