Konflik di
Tubuh Golkar antara ARB vs AL?
Bagaimankah seharusnya sikap
seorang pemimpin yang sedang berkuasa, dalam hal ini Joko
Widodo dalam menghadapi dan penanganan konflik yang terjadi hampir di
hampir semua partai,khususnya partai-partai yang tergabung dalam
Koalisi Merah Putih yang dinakodai oleh Aburizal Bakrie. Sebagai seorang
pemimpin yang sedang berkuasa dalam suatu negara Joko Widodo dapat
melakukan tindakan atau langkah-langkah yang dapat memberikan keuntungan secara
politik untuk kepentingan pemerintahannya.
Misalnya konflik yang terjadi di
dalam tubuh partai Golkar oleh pemerintahan Joko Widodo dapat dijadikan
sumber inspirasi untuk mendongkrak kepopuleran Jokowi dengan jalan mendamaikan
secara adil di antara mereka yang berkonflik. Diharapkan dapat membangkitkan
rasa empatik dari kubu Ical yang selama ini berseberangan dengan Jokowi.
Pada langkah berikutnya adalah
dapat menggaet lebih banyak para kader potensial Golkar untuk memberikan
dukungannya kepada semua program-pemerintahan Jokowi. Setidaknya itulah jalan
yang lebih elegan, artinya jalan yang terpuji bila dikaitkan dengan etika
politik yang bermartabat.
Namun demikian langkah-langkah lain
yang dapat dianggap intervensi dan berkecenderungan keberpihakan kepada salah
satu kubu, itu pun dapat dilakukannya dengan mudah saja, karena Jokowi
membawahi Kementerian Hukum dan HAM, serta Polri. Sedangkan lembaga-lembaga
tinggi negara yang lain seperti MA, MK, walaupun tidak di bawah Presiden akan
tetapi secara politik lebih berpihak kepada Presiden.
Konflik internal partai Golkar bagi
Jokowi bukan merupakan ganjalan, akan tetapi malah sebaliknya dapat
dipandang sebagai berkah danpeluang emas. Sebagai berkah karena lawan
oposisi di DPR dari kalangan KMP posisi mereka menjadi semakin lemah, dan
sebaliknya KIH menjadi semakin kuat. Hitung-hitungan matematis bila akan
dihitung suara voting pastilah KIH lebih dominan.
Posisi Joko Widodo-JK yang didukung
oleh KIH sekarang dalam kondisi semakin mantap, apalagi Partai Demokrat
menunjukkan sikap yang mendukung program-program kerja Joko Widodo terutama
program kerja yang prorakyat. Oleh sebab itu tidak menjadi kekhawatiran akan
terjadi digulirkannya hak angket oleh DPR karena sebagian anggota legislatif
dari parta Golkar pasti akan berpihak kepada Jokowi.
Jika melihat perkembangan dari
konflik partai Golkar, penyelesaian konflik melalui jalur islah peluangnya sama
besar jika dibandingkan dengan penyelesaian konflik melalui jalur pengadilan.
Bila jalur islah yang ditempuh partai Golkar, langkah ini tetap merupakan
langkah yang menguntungkan Jokowi karena dengan adanya islah, maka suara
Golkar, tetap lebih besar kearah Jokowi dibandingkan ke arah KMP.
Namun demikian bila jalur Islah
tidak tercapai dan dengan terpaksa harus melalui jalur pengadilan maka dengan
langkah-langkah strategis Jokowi dapat mengerahkan relawan bawah tanah atau apa
pun namanya, mungkin kalau bahasa kerennya operasi intelejen, agar yang
dimenangkan adalah kubu yang berkomitmen mendukung pemerintahannya.
Bagaimana tidak, bukankah ia
seorang presiden yang berkuasa. Sebagai seorang presiden yang kekuasaannya
cukup besar di negeri ini tentu akan sangat dengan mudah mencampuri,
mengarahkan, mengintervensi, mempengaruhi, bahkan yang bersifat memaksa dapat
ia lakukan.
Sekarang pilihannya bagi Jokowi
adalah kepentingan negara atau kepentingan kelompok atau individu yang
akan dimenangkan. Pilihannya NKRI atau hanya sekelompok kecil sebagai
pengganggu yang akan diutamakan.
Bila berpijak kepada akal sehat
yang penting baginya adalah tujuan-tujuan negara yang sudah tersurat maupun
tersirat dalam konstitusi negara dapat tercapai, itulah yang harus
dimenangkan. Apa pun yang akan menjadi penghalang-penghalangnya harus
disingkirkan dengan dalih apa pun.
Jika generasi penerus bangsa ini
terlihat cengeng, lemah syahwat dalam perjuangannya, maka akan sangat merugikan
eksistensi negara ini yang sudah dibangunnya dengan penuh cucuran keringat dan
darah oleh para pejuang bangsa ini.
Dalam hal konflik di tubuh partai
Golkar misalnya, Joko Widodo dengan kapasitasnya sebagai seorang presiden,
pasti dapat dengan mudah mengetahui apakah kubu Agung Laksono atau Kubu
Aburizal Bakrie yang dianggap lebih menguntungkan untuk kemaslahatan bangsa
secara politik atau ekonomi.
Bila pemerintahan Joko Widodo
menganggap kubu Aburizal Bakrie lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan
kubu Agung Laksono, maka tentu saja Joko Widodo dengan segala cara melalui
kekuasaannya untuk berpihak kepada ARB baik secara terang-benderang maupun
melalui belakang layar.
Dari pihak pemerintah sesungguhnya
sudah memberikan saran sebagai jalan yang paling aman buat mereka yang
berkonflik, juga mempertimbangkan masa depan Golkar yang semakin suram, yaitu
alangkah baiknya jika dua kubu yang saling berseteru yakni kubu Ical dan Agung
alangkah lebih baik jika mereka islah, menyatukan kembali dalam satu wadah
partai berlambang beringin.
Apabila perseteruan di antara
mereka tidak dapat didamaikan dapat dipastikan partai Golkar pada pemilu 2019
akan mengalami degradasi menjadi peringkat terbawah di antara 10 partai politik
yang berkompetisi di pemilu akan datang. Sekarang saja hasil survey LSI
menempatkan Golkar pada tingkat elektabilitas terendah sepanjang sejarah, yaitu
hanya mendapatkan 8,3%.
Hasil hitung-hitungan secara
untung-rugi maka sekiranya konflik Golkar akan dilanjutkan ke pengadilan, maka
Joko Widodo dengan kewenangannya sebagai Presiden akan memberikan sebuah
dorongan politik secara diam-diam agar yang memenangkan gugatan adalah dari
kubu ARB.
Kenapa
Jokowi malah berpihak kepada kubu ARB? Inilah alasannya.
1. Telah
terjadi sebelumnya, deal-deal politik antara Golkar Aburizal
Bakrie dengan kubu KIH, perihal dukungannya Ical terhadap Perppu
Pilkada langsung melalui akun Twitter resminya dengan mendukung
Perppu tersebut.
2. Pandangan
realistis, logis dari Joko Widodo terhadap kubu ARBdinilainya lebih
solid dibandingkan dengan kubu AL, terbukti hampir semua DPD I ada berpihak di
belakang ARB.
3. Isyarat
yang diberikan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly, bahwa pemerintah
hanya mengakui kepengurusan Golkar hasil Munas Riau 2009, sedangkan
konflik dua kubu diserahkan kepada islah antara dua kubu atau melalui jalur
hukum. Bila jalur hukum ditempuh, keyakinan Joko Widodo kecil
kemungkinannya kubu AL dapat memenangkannya.
4. Bila
konflik dilanjutkan ke PTUN, maka dengan mudah Jokowi dapat mengintervensinya untuk
memenangkan kubu ARB, namun demikian tetap akan merangkul kubu AL.
5. Pemerintahan
Joko Widodo, akhir-akhir ini memberikan perhatian lebih kepada ARB melalui
kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah dalam penyelesaian kasus Lapindo. Pemerintah
memutuskan membayar ganti rugi yang belum dibayar PT Minarak Lapindo Jaya
kepada korban lumpur sebesar Rp781 miliar.
6. ARB
telah menyanggupi kekayaannya sebagai jaminan, pemerintah akan mendapatkan
sertifikat aset lahan yang telah diganti rugi oleh Lapindo. Jadi seluruh lahan
terdampak yang totalnya Rp 3,8 triliun akan jadi jaminan. Dalam 4 tahun,
Lapindo harus mengganti ke pemerintah. Bila tidak, seluruh aset jadi milik
pemerintah.
7. Berbaliknya
arah 180 derajat dari ARB yang semula bersikeras memilih opsi Pilkada lewat
DPRD berbalik mendukung sepenuhnya Pilkada langsung, menunjukan deal-deal
politik tingkat tinggi antara Joko Widodo dengan ARB.
8. Jokowi
sengaja memilih ARB dalam rangka membongkar konstruksi bangunan koalisi Merah
Putih agar tidak menjadi ganjalan serius dalam menjalankan roda pemerintahannya.
9.
Jokowi sengaja memilih ARB untuk diselamatkan dari korban bulan-bulanan politik
oleh KMP serta hanya dijadikan sapi perahan. Jika ARB dapat ditarik kedalam KIH
bukan saja KIH semakin kuat akan tetapi yang lebih penting adalah Jokowi dapat
menarik simpatik dari publik akar rumput Golkar dalam percaturan 2019, untuk
menaikan elektabilitas untuk Presiden jilid dua.
Bisakah Jokowi Memimpin
Pemerintahan Tanpa Campur Tangan Parpol?
|
MedanBisnis - Jakarta. Ketegasan Presiden Joko Widodo
dalam mengatasi kekisruhan antara KPK vs Polri dipertanyakan banyak pihak.
Apakah Jokowi bisa memimpin pemerintahannya tanpa ada campur tangan
parpolnya?
|
"Dia presiden untuk rakyat
Indonesia, yang pilih dia atau pun yang tidak pilih dia. Dia kan presiden
rakyat, bukan presiden partai," ujar pengamat Cyrus Network, Hasan Nasbi
Batupahat.
Hal itu diungkapkan Hasan dalam diskusi 'Ada apa Dengan Jokowi-Menyoroti Kegamangan Jokowi dalam Kasus KPK vs Polri' di Kafe Eatology, Jl Sabang, Jakpus, Minggu (25/1/2015) yang juga dihadiri komisioner Kompolnas Adrianus Meliala, politisi PDIP Dwi Ria Latifa dan Koordinator KontraS Haris Azhar. Jokowi belum genap 100 hari memimpin Negeri. Sehingga, menurutnya, Jokowi harus segera merevisi idealismenya itu. "Pilihannya apakah Jokowi mau seperti ini selama 5 tahun? Ini belum 100 hari, atau dia revisi idealismenya itu, biar pahit hari ini tapi untuk 4 tahun ke depan dia lebih tenang memerintah," lanjutnya. Sebagai penentu kebijakan, Jokowi harus berpikir untuk kepentingan bangsa dan negara. Bukan untuk partai. "Sehingga menentukan apa, jangan main gede-gedean saham," tuturnya. (dtc) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar