animasi bergerak

Senin, 12 Desember 2016

TUGAS UJIAN PRAKTIK



Konflik di Tubuh Golkar antara ARB vs AL?
OPINI | 21 December 2014 | 13:28http://assets.kompasiana.com/statics/kompasiana4.0/images/ico_baca.gif Dibaca: 628   http://assets.kompasiana.com/statics/kompasiana4.0/images/img_komen.gif Komentar: 14   http://assets.kompasiana.com/statics/kompasiana4.0/images/ico_nilai.gif 1
Bagaimankah seharusnya sikap seorang pemimpin yang sedang berkuasa, dalam hal ini Joko Widodo dalam menghadapi dan penanganan konflik yang terjadi hampir di hampir semua partai,khususnya partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih yang dinakodai oleh Aburizal Bakrie. Sebagai seorang pemimpin yang sedang berkuasa dalam suatu negara Joko Widodo dapat melakukan tindakan atau langkah-langkah yang dapat memberikan keuntungan secara politik untuk kepentingan pemerintahannya.
Misalnya konflik yang terjadi di dalam tubuh partai Golkar oleh pemerintahan Joko Widodo dapat dijadikan sumber inspirasi untuk mendongkrak kepopuleran Jokowi dengan jalan mendamaikan secara adil di antara mereka yang berkonflik. Diharapkan dapat membangkitkan rasa empatik dari kubu Ical yang selama ini berseberangan dengan Jokowi.
Pada langkah berikutnya adalah dapat menggaet lebih banyak para kader potensial Golkar untuk memberikan dukungannya kepada semua program-pemerintahan Jokowi. Setidaknya itulah jalan yang lebih elegan, artinya jalan yang terpuji bila dikaitkan dengan etika politik yang bermartabat.
Namun demikian langkah-langkah lain yang dapat dianggap intervensi dan berkecenderungan keberpihakan kepada salah satu kubu, itu pun dapat dilakukannya dengan mudah saja, karena Jokowi membawahi Kementerian Hukum dan HAM, serta Polri. Sedangkan lembaga-lembaga tinggi negara yang lain seperti MA, MK, walaupun tidak di bawah Presiden akan tetapi secara politik lebih berpihak kepada Presiden.
Konflik internal partai Golkar bagi Jokowi bukan merupakan ganjalan, akan tetapi malah sebaliknya dapat dipandang sebagai berkah danpeluang emas. Sebagai berkah karena lawan oposisi di DPR dari kalangan KMP posisi mereka menjadi semakin lemah, dan sebaliknya KIH menjadi semakin kuat. Hitung-hitungan matematis bila akan dihitung suara voting pastilah KIH lebih dominan.
Posisi Joko Widodo-JK yang didukung oleh KIH sekarang dalam kondisi semakin mantap, apalagi Partai Demokrat menunjukkan sikap yang mendukung program-program kerja Joko Widodo terutama program kerja yang prorakyat. Oleh sebab itu tidak menjadi kekhawatiran akan terjadi digulirkannya hak angket oleh DPR karena sebagian anggota legislatif dari parta Golkar pasti akan berpihak kepada Jokowi.
Jika melihat perkembangan dari konflik partai Golkar, penyelesaian konflik melalui jalur islah peluangnya sama besar jika dibandingkan dengan penyelesaian konflik melalui jalur pengadilan. Bila jalur islah yang ditempuh partai Golkar, langkah ini tetap merupakan langkah yang menguntungkan Jokowi karena dengan adanya islah, maka suara Golkar, tetap lebih besar kearah Jokowi dibandingkan ke arah KMP.
Namun demikian bila jalur Islah tidak tercapai dan dengan terpaksa harus melalui jalur pengadilan maka dengan langkah-langkah strategis Jokowi dapat mengerahkan relawan bawah tanah atau apa pun namanya, mungkin kalau bahasa kerennya operasi intelejen, agar yang dimenangkan adalah kubu yang berkomitmen mendukung pemerintahannya.
Bagaimana tidak, bukankah ia seorang presiden yang berkuasa. Sebagai seorang presiden yang kekuasaannya cukup besar di negeri ini tentu akan sangat dengan mudah mencampuri, mengarahkan, mengintervensi, mempengaruhi, bahkan yang bersifat memaksa dapat ia lakukan.
Sekarang pilihannya bagi Jokowi adalah kepentingan negara atau kepentingan kelompok atau individu yang akan dimenangkan. Pilihannya NKRI atau hanya sekelompok kecil sebagai pengganggu yang akan diutamakan.
Bila berpijak kepada akal sehat yang penting baginya adalah tujuan-tujuan negara yang sudah tersurat maupun tersirat dalam konstitusi negara dapat tercapai, itulah yang harus dimenangkan. Apa pun yang akan menjadi penghalang-penghalangnya harus disingkirkan dengan dalih apa pun.
Jika generasi penerus bangsa ini terlihat cengeng, lemah syahwat dalam perjuangannya, maka akan sangat merugikan eksistensi negara ini yang sudah dibangunnya dengan penuh cucuran keringat dan darah oleh para pejuang bangsa ini.
Dalam hal konflik di tubuh partai Golkar misalnya, Joko Widodo dengan kapasitasnya sebagai seorang presiden, pasti dapat dengan mudah mengetahui apakah kubu Agung Laksono atau Kubu Aburizal Bakrie yang dianggap lebih menguntungkan untuk kemaslahatan bangsa secara politik atau ekonomi.
Bila pemerintahan Joko Widodo menganggap kubu Aburizal Bakrie lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan kubu Agung Laksono, maka tentu saja Joko Widodo dengan segala cara melalui kekuasaannya untuk berpihak kepada ARB baik secara terang-benderang maupun melalui belakang layar.
Dari pihak pemerintah sesungguhnya sudah memberikan saran sebagai jalan yang paling aman buat mereka yang berkonflik, juga mempertimbangkan masa depan Golkar yang semakin suram, yaitu alangkah baiknya jika dua kubu yang saling berseteru yakni kubu Ical dan Agung alangkah lebih baik jika mereka islah, menyatukan kembali dalam satu wadah partai berlambang beringin.
Apabila perseteruan di antara mereka tidak dapat didamaikan dapat dipastikan partai Golkar pada pemilu 2019 akan mengalami degradasi menjadi peringkat terbawah di antara 10 partai politik yang berkompetisi di pemilu akan datang. Sekarang saja hasil survey LSI menempatkan Golkar pada tingkat elektabilitas terendah sepanjang sejarah, yaitu hanya mendapatkan 8,3%.
Hasil hitung-hitungan secara untung-rugi maka sekiranya konflik Golkar akan dilanjutkan ke pengadilan, maka Joko Widodo dengan kewenangannya sebagai Presiden akan memberikan sebuah dorongan politik secara diam-diam agar yang memenangkan gugatan adalah dari kubu ARB.
Kenapa Jokowi malah berpihak kepada kubu ARB? Inilah alasannya.
1. Telah terjadi sebelumnya, deal-deal politik antara Golkar Aburizal Bakrie dengan kubu KIH, perihal dukungannya Ical terhadap Perppu Pilkada langsung melalui akun Twitter resminya dengan mendukung Perppu tersebut.
2. Pandangan realistis, logis dari Joko Widodo terhadap kubu ARBdinilainya lebih solid dibandingkan dengan kubu AL, terbukti hampir semua DPD I ada berpihak di belakang ARB.
3. Isyarat yang diberikan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly, bahwa pemerintah hanya mengakui kepengurusan Golkar hasil Munas Riau 2009, sedangkan konflik dua kubu diserahkan kepada islah antara dua kubu atau melalui jalur hukum. Bila jalur hukum ditempuh, keyakinan Joko Widodo kecil kemungkinannya kubu AL dapat memenangkannya.
4. Bila konflik dilanjutkan ke PTUN, maka dengan mudah Jokowi dapat mengintervensinya untuk memenangkan kubu ARB, namun demikian tetap akan merangkul kubu AL.
5. Pemerintahan Joko Widodo, akhir-akhir ini memberikan perhatian lebih kepada ARB melalui kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah dalam penyelesaian kasus Lapindo. Pemerintah memutuskan membayar ganti rugi yang belum dibayar PT Minarak Lapindo Jaya kepada korban lumpur sebesar Rp781 miliar.
6. ARB telah menyanggupi kekayaannya sebagai jaminan, pemerintah akan mendapatkan sertifikat aset lahan yang telah diganti rugi oleh Lapindo. Jadi seluruh lahan terdampak yang totalnya Rp 3,8 triliun akan jadi jaminan. Dalam 4 tahun, Lapindo harus mengganti ke pemerintah. Bila tidak, seluruh aset jadi milik pemerintah.
7. Berbaliknya arah 180 derajat dari ARB yang semula bersikeras memilih opsi Pilkada lewat DPRD berbalik mendukung sepenuhnya Pilkada langsung, menunjukan deal-deal politik tingkat tinggi antara Joko Widodo dengan ARB.
8. Jokowi sengaja memilih ARB dalam rangka membongkar konstruksi bangunan koalisi Merah Putih agar tidak menjadi ganjalan serius dalam menjalankan roda pemerintahannya.
9.  Jokowi sengaja memilih ARB untuk diselamatkan dari korban bulan-bulanan politik oleh KMP serta hanya dijadikan sapi perahan. Jika ARB dapat ditarik kedalam KIH bukan saja KIH semakin kuat akan tetapi yang lebih penting adalah Jokowi dapat menarik simpatik dari publik akar rumput Golkar dalam percaturan 2019, untuk menaikan elektabilitas untuk Presiden jilid dua.
Bisakah Jokowi Memimpin Pemerintahan Tanpa Campur Tangan Parpol?
MedanBisnis - Jakarta. Ketegasan Presiden Joko Widodo dalam mengatasi kekisruhan antara KPK vs Polri dipertanyakan banyak pihak. Apakah Jokowi bisa memimpin pemerintahannya tanpa ada campur tangan parpolnya?
"Dia presiden untuk rakyat Indonesia, yang pilih dia atau pun yang tidak pilih dia. Dia kan presiden rakyat, bukan presiden partai," ujar pengamat Cyrus Network, Hasan Nasbi Batupahat.

Hal itu diungkapkan Hasan dalam diskusi 'Ada apa Dengan Jokowi-Menyoroti Kegamangan Jokowi dalam Kasus KPK vs Polri' di Kafe Eatology, Jl Sabang, Jakpus, Minggu (25/1/2015) yang juga dihadiri komisioner Kompolnas Adrianus Meliala, politisi PDIP Dwi Ria Latifa dan Koordinator KontraS Haris Azhar.

Jokowi belum genap 100 hari memimpin Negeri. Sehingga, menurutnya,
Jokowi harus segera merevisi idealismenya itu.

"Pilihannya apakah Jokowi mau seperti ini selama 5 tahun? Ini belum 100 hari, atau dia revisi idealismenya itu, biar pahit hari ini tapi untuk 4 tahun ke depan dia lebih tenang memerintah," lanjutnya.

Sebagai penentu kebijakan, Jokowi harus berpikir untuk kepentingan bangsa dan negara. Bukan untuk partai. "Sehingga menentukan apa, jangan main gede-gedean saham," tuturnya. (dtc)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar