animasi bergerak

Senin, 12 Desember 2016

TANGGAPAN TUGAS SMA KELAS XII



Lebih tepat & bijak, jika saya tetap menahan diri & tidak ikut meramaikan kemelut ini, apalagi jika menambah rumitnya permasalahan.

Saya menilai persoalan ini tidak sangat rumit & solusinya pun tersedia. Saya juga yakin Presiden Jokowi akan bisa mengatasinya.

Yang penting, institusi Polri & KPK dapat diselamatkan & bisa kembali menjalankan tugasnya, terutama pemberantasan korupsi.

Meskipun banyak yang meminta, lebih baik saya tidak bertemu Pak Jokowi. Bisa menimbulkan prasangka, "mengintervensi & mempengaruhi".

Saat ini, rakyat dikejutkan oleh banyak cerita "di balik layar", yang tak baik. Semua perlu diklarifikasi, agar kepercayaan rakyat tidak runtuh.

Suasana bertambah tidak baik, karena kini terjadi saling serang & "buka-bukaan", tanpa diketahui mana yang benar & mana yang tidak.

Ingat para pemimpin & pejabat negara, lembaga-lembaga penegak hukum & juga partai-partai politik, semua perlu kepercayaan rakyat.

Oleh karena itu perlu dilakukan klarifikasi apakah berita-berita buruk itu fitnah atau fakta. Yang paling baik, ceritakanlah kebenaran.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional Amien Rais menyatakan memiliki pandangan berbeda soal kisruh KPK Polri, meski menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian konflik itu, termasuk calon Kapolri Budi Gunawan kepada presiden Joko Widodo.

"Kita serahkan semua ini kepada presiden yang akan menyelesaikan," kata Amien Rais di sela-sela acara konsolidasi pemenangan Zulkifli Hasan di Mataram, Ahad, (8/2).

Secara pribadi, Amien, mengatakan terkait kisruh KPK Polri yang terjadi saat ini, dirinya memiliki pandangan lain dan berbeda dengan orang kebanyakan baik tim sembilan, watimpres, ormas, dan tokoh kampus.

"Saya berbeda dengan pendapat semua orang, entah itu tim 9, watimpres, ormas dan tokoh-tokoh kampus lainnya."

Namun sayangnya dia tidak membeberkan secara jelas pendapatnya tersebut. Mantan Ketua MPR ini, berpendapat bahwa apa yang disampaikan tim 9, watimpres, ormas dan tokoh-tokoh kampus terkait konflik KPK Polri banyak yang tidak tepat sasaran. Bahkan, cenderung menyalahkan Megawati, Kompolnas, dan Luhut Panjaitan.

"Menembak masalah tapi tidak kena sasaran. Padahal bukan disitu masalahnya," tegasnya.

Oleh karena itu, dirinya mengembalikan seluruh persoalan tersebut kepada Presiden Joko Widodo untuk dapat menyelesaikannya. Hal yang sama juga dikatakan Ketua MPR Zulkifli Hasan, bahwa penyelesaian konflik KPK Polri hanya bisa diselesaikan oleh Presiden Joko Widodo, sehingga proses penegakan hukum di negeri ini bisa berjalan dengan baik dan tidak terganggu dengan hal seperti itu.

Hanya kebenaran & kemudian kepercayaan rakyatlah yang akan menyelamatkan negeri ini. Semoga kita dituntun oleh Allah SWT.

---
 Konflik Polri-KPK masih menjadi persoalan. Wakil Ketua Tim Independen atau Tim Sembilan bentukan Presiden Joko Widodo Jimly Asshiddiqie meminta semua pihak, termasuk Polri dan KPK untuk meredam ketegangan.

Jimly mengimbau Polri untuk tak menerima laporan dan tak memanggil saksi terkait penyidikan kasus yang menjerat pimpinan KPK hingga praperadilan kasus Komjen Budi Gunawan selesai.

"Sampai putusan praperadilan, ketegangan diredakan," ujar Jimly seusai bertemu pimpinan di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (11/2/2015).

Menurut Jimly, KPK sudah melakukan langkah meredakan konflik dengan tidak memanggil saksi kasus Budi Gunawan. Pimpinan dan penyidik KPK, menghentikan sementara pemanggilan saksi buat menghormati praperadian. "Untuk kasus terhadap Budi Gunawan, tak lagi ada pemanggilan-pemanggilan," imbuh dia.

Langkah tersebut, kata Jimly, harus dicontoh Bareskrim Polri. Bareskrim juga harus menghentikan sementara panggilan terhadap saksi atas Bambang Widjojanto maupun terperiksa untuk penyelidikan dugaan kasus yang menyeret pimpinan KPK lainnya. "Terhadap Pimpinan KPK, sebaliknya juga kita harapkan stop jangan dulu ada panggil memanggil," tegas Jimly.

Imbauan ini, kata Jimly, dia sampaikan kepada Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti. Supaya, konflik antara KPK dan Polri segera selesai. "Nah kepada polri, juga sudah kami sampaikan, kita hormati, proses praperadilan. Tunggu sebentar kok, hari Senin selesai," tegas dia. 
KRI




karta - Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Budi Gunawan menanggapi status tersangka yang diberikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan kasus transaksi mencurigakan.

"Yang pasti (kasus) itu sudah dipertanggungjawabkan, ditindaklanjuti oleh Bareskrim... Kita ikuti proses (hukum) sajalah," ucap Komjen Pol Budi Gunawan menjawab pertanyaan para wartawan di kediamannya, Kompleks Polri, Jalan Duren Tiga Barat VI No 21, RT 05/RW 03, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (13/1/2015) petang.

Kendati demikian, Budi mengatakan tetap akan datang mengikuti proses fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) calon Kapolri di DPR. Terutama bila uji kepatutan tersebut tetap akan dilaksanakan.

"Kalau diundang besok, saya akan tetap hadir," ujar Komjen Budi Gunawan.

Ketika ditanyakan apakah sudah berkomunikasi dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait penetapan status tersangka dirinya, Budi Gunawan menjawab singkat,"Belum ada."

Bertemu Komisi III DPR

Beberapa saat sebelumnya, beberapa anggota 
Komisi III DPR yang dipimpin ketuanya, Aziz Syamsuddin menyambangi kediaman calon Kapolri yang telah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK tersebut.

Pantauan Liputan6.com, Aziz bersama rombongan tiba di kediaman Komjen Budi pada pukul 16.30 WIB. Saat ditanya soal kedatangannya, politisi Golkar itu hanya menjawab singkat.

"Kita datang sesuai prosedur, nanti ya," ujar Aziz.

Tak seperti biasanya, sang tuan rumah, tidak menyambut para anggota DPR tersebut. Budi Gunawan yang menggenakan batik dan celana hitam itu menunggu di dalam. Pertemuan, tersebut berlangsung tertutup.

Sementara itu anggota Komisi III DPR, Rio Capella menegaskan pihaknya belum bisa langsung memutuskan untuk tidak menerima Budi Gunawan lantaran ditetapkan menjadi tersangka KPK.

"Yang diajukan Presiden (Jokowi) itu Budi Gunawan. Tidak mungkin kita main tolak. Ada prosesnya," jelas dia.

Politisi Partai Nasdem itu pun menegaskan bisa saja Budi Gunawan dengan statusnya diangkat menjadi Kapolri, namun dengan catatan disetujui oleh anggota DPR.

Di sisi lain, ia enggan menyalahkan pihak Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang telah memberikan rekomendasi kepada Presiden Jokowi.

"Saya tidak ingin bilang Kompolnas melakukan blunder dalam menetapkan seseorang. Kan mereka melihat administrasinya, sesuai syarat atau tidak," tandas Rio Capella.

KPK menetapkan calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka atas dugaan kasus transaksi mencurigakan. Budi Gunawan diduga terlibat kasus korupsi saat menjabat sebagai kepala biro Kepala Pembinaan Karier di Polri.

"Komjen BG (Budi Gunawan) sudah menjadi tersangka kasus Tipikor saat menduduki kepala biro kepala pembinaan karier," ujar Ketua KPK, Abraham Samad di kantornya, Jakarta, Selasa 13 Januari 2015.

Penyelidikan perkara tersebut sudah dilakukan 
KPK sejak tahun lalu. "Kami melakukan penyidikan setengah tahun lebih terhadap kasus transaksi mencurigakan," ujar Samad. (Ans/Ein)
Solopos.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo telah menunjuk Komisaris Jenderal Pol Badrodin Haiti sebagai Pelaksana Tugas Kepala Kepolisian RI dan memberhentikan Jenderal Pol Sutarman sebagai Kapolri. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati keputusan tersebut.
http://cdn.adnxs.com/p/e4/df/2e/ec/e4df2eec7599dc8dc8847426bb8bfc6f.jpg
“KPK menghormati apa yang sudah diputuskan Presiden. KPK tidak dalam kapasitas untuk mengomentari keputusan yang sudah diambil Presiden berkaitan dengan pengangkatan dan penundaan yang ada di instansi Polri,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Sabtu (17/1/2015).
Presiden Joko Widodo pada Jumat (16/1/2015) mengeluarkan dua keputusan presiden (Keppres), yaitu pertama tentang pemberhentian dengan hormat Jendaral Pol Sutarman sebagai Kapolri, dan kedua penugasan Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti untuk melaksanakan tugas dan wewenang tanggung jawab Kapolri.
Alasannya, Komjen Pol Budi Gunawan yang diajukan Presiden Joko Widodo sebagai Kapolri dan sudah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait transaksi-transaksi mencurigakan.
“KPK dalam kapasitas sebagai penegak hukum akan memberikan konsentrasi terhadap penanganan perkara yang menjadi kewenangannya,” ujar Bambang lagi.
Selain itu, dalam mengusut kasus Budi tersebut, KPK menurut Bambang, akan tetap bekerja sama dengan lembaga penegak hukum lain.
“Kami akan menjalankan tupoksi [tugas, pokok, dan fungsi] lainnya di bidang pemberantasan korupsi serta terus dan tetap bekerja sama dengan lembaga penegak hukum dan melanjutkan program yang sudah terencana dan direncanakan, termasuk kepolisian, kejaksaan, Mahkamah Agung serta Mahkamah Konstitusi,” katanya pula.
Sebelumnya Bambang mengatakan bahwa KPK akan segera memeriksa saksi kasus Budi mulai pekan depan.
“Kita sedang menyusun jadwal penyidikan, mudah-mudahan minggu depan, kalau jadwal sudah ada, sudah ada potensial witness-nya yang akan dipanggil,” kata Bambang, di Jakarta, Kamis (15/1/2015).
Dalam perkara ini, KPK sudah mencegah empat orang pergi keluar negeri, yaitu Budi Gunawan; anaknya, Muhammad Herviano Widyatama; asisten Budi yaitu anggota Polri Iie Tiara, serta pengajar Widyaiswara Utama Sespim Lemdikpol Inspektur Jenderal Pol Syahtria Sitepu, sejak 14 Januari 2015.
Ketua KPK Abraham Samad juga menyatakan bahwa kasus tersebut diupayakan agar dapat selesai sebelum masa jabatan pimpinan KPK jilid III selesai, yaitu sebelum Desember 2015.
“Insya Allah, ini masa tugas akhir kita berempat. Kami konsentrasi untuk menyelesaikan kasus sebelum masa kepemimpinan berakhir. Kami khawatir kalau kita tidak selesaikan di masa tugas kita, makanya, Insya Allah saat kita berakhir sudah ada putusannya,” kata Abraham, di Jakarta, Kamis.
Budi Gunawan diduga terlibat dalam transaksi-transaksi mencurigakan sejak menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia Mabes Polri 2003–2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo dinilai telah melanggar Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Polri. Pelanggaran yang dilakukan Jokowi terkait pengangkatan Wakapolri, Komjen Pol Badrodin Haiti menjadi pelaksana tugas (Plt) kapolri. 

Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, Plt Kapolri masih bisa diangkat dalam undang-undang No 2/2012. Ia menilai penunjukan Badrodin bukan sebagai Plt, namun hanya sebagai wakapolri yang melaksanakan tugas-tugas kapolri. 

"Di dalam UU No 2 tahun 2002, Plt itu bisa diangkat. Ya sebenarnya ini bukan Plt juga, melaksanakan tugas-tugas kapolri sebagai wakapolri melaksanakan tugas kapolri," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Senin (19/1). 

JK menjelaskan pengangkatan Badrodin sebagai Plt Kapolri lantaran terhalang masalah hukum yang menjerat calon kapolri Komjen Pol Budi Gunawan. Sedangkan, DPR telah menyetujui penunjukan Budi Gunawan serta pemberhentian Jenderal Pol Sutarman sebagai kapolri.

"Sedangkan keputusan DPR itu ialah memberhentikan Pak Sutarman, dengan mengangkat Budi. Budi tidak bisa dilantik karena masalah harus bersama-sama menyelesaikan masalah hukumnya, otomatis mengisi kekosongan itu, wakapolri diangkat untuk menjabat menduduki posisi tugas dan kewenangan kapolri," papar JK.

JK pun kembali menegaskan, pemerintah masih menggunakan asas praduga tak bersalah dalam penunjukan Budi Gunawan. Menurutnya, dalam kasus ini Budi masih belum tentu dinyatakan bersalah. 

Sebelumnya, Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, langkah Presiden Jokowi memberhentikan Kapolri Sutarman dan mengangkat Badrodin sebagai Plt Kapolri adalah keliru. Keputusan ini tak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.

"Plt Kapolri itu baru ada kalau Kapolri diberhentikan sementara dalam keadaan mendesak. Keadaan mendesak itu karena Kapolri melanggar sumpah jabatan atau membahayakan keamanan negara," kata Yusril melalui akun Twitter-nya, @ @Yusrilihza_Mhd, pada Sabtu (17/1) lalu.

"Dalam keadaan normal Presiden tidak bisa berhentikan Kapolri tanpa persetujuan DPR. Dalam kasus Sutarman dan BG (Budi Gunawan), kalau Presiden menunda pengangkatan BG, mestinya Sutarman belum diberhentikan meski DPR sudah setuju dia berhenti."
Ketua KPK Abraham Samad mengatakan BG sejak lama sudah mendapatkan catatan merah dari KPK. Kasus yang ditelisik termasuk kasus pidana penerimaan hadiah dan janji dilakukan ketika Budi Gunawan menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya.
"KPK telah melakukan penyelidikan sejak Juli 2014, jadi sudah setengah tahun lebih kami melakukan penyelidikan atas kasus transaksi mencurigakan," jelas Abraham.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar