BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Thaharoh
berarti bersih (nadlafah), suci (nazahah) terbebas (khulus) dari kotoran (danas)
seperti tersebut di dalam Al-Qur’an yang artinya : ”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan orang-orang
yang mensucikan diri. (al-Baqarah/2; 222).
Menurut syara’, thaharah ialah
mengangkat (menghilangkan) penghalang yang timbul dari hadats atau najis.
Dengan demikian thaharah syar’I terbagi menjadi dua macam, yaitu thaharah dari
hadats dan thaharah dari najis.
Thaharoh
dari hadas ada tiga macam yaitu wuduh, mandi, dan tayamum. Alat yang digunakan
untuk bersuci ialah air untuk wudhu dan mandi; tanah untuk tayamum. Sedangkan
Thaharoh dari najis menurut lughot, najis berarti semua yang dipandang kotor (mustaqzar), sedangkan dalam istilah
syara’ ialah setiap kotoran yang mencegah syahnya sholat, dalam keadaan tidak
ada rukhsah.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum makan setelah berwudhu ?
2. Bagaimanakah hukum keramas saat mandi
jinabah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
HUKUM MAKAN DAN MINUM SETELAH BERWUDHU
Makan dan minum setelah berwudhu tidak membatalkan wudhu kecuali jika
seseoarang setelah wudhu makan daging onta, baik yang di panggang maupun
dimasak dengan cara lain, maka menurut sebagian ulama hal ini membatalkan
wudhu.[1]
Pendapat ini dikuatkan pula oleh Imam Nawawi[2]. Dan
merupakan pendapat Imam Ahmad, Imam Ibnu Hazm dan Imam Ibnu Taimiyah.
Adapaun dalil yang dipakai oleh para ulama yang mengkategorikan batal
wudhu seseorang yang makan daging onta yang artinya adalah Dari Jabir Bin
Samura, bahwasanya ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasullullah Saw :
“Apakah aku mesti berwudhu karena makan daging kambing? Beliau menjawab : ”JIka
engkau mau maka wudhulah, namun jika tidak maka tidak mengapa.” Ia bertanya
(lagi) ; “apakah aku mesti berwudhu jika makan daging onta? ; Beliau menjawab:
”Ya, berwudhulah engkau makan daging onta.” (HR. Muslim No.828)
Dalam riwayat lain di sebutkan yang artinya “dari abdulloh ia berkata:
“aku mendengar rosululloh Saw :” berwudhulah kalian lantaran kalian makan
daging onta dan kalian tidak berwudhu lantaran kalian makan daging kambing. Berwudhulah
kalian lantaran kalian minum susu onta dan kalian tidak perlu berwudhu lantaran
kalian minum susu kambing. ”(hadist riwayat HR.Ibnu majah NO: 536)
Namun menurut jumbur ulama, Abu Hanifah, Malik, Asyafi’i dan Ats Tsauri
memakan daging onta tidak berwudhu. Mereka berdalil dengan hadist yang artinya
“dari Muhammad bin Munkadir ia berkata: “aku mendengar jabir bin abdillah
berkata: “perkara yang terahir dari (ketetapan) rosululloh Saw adalah
meninggalkan wudhu dari makanan yang di sentuh api.”( Hadist riwayat Nasai NO
185 dan di shahihkan oleh syeikh Al bani.
B.
HUKUM MEMBASAHI RAMBUT PADA WAKTU MANDI
JINABAH
Keramas dipahami oleh masyarakat umum sebagai
mencuci rambut dengan shampo. Bila demikian pengertiannya, maka mandi junub itu
tidak identik dengan keramas. Karena yang penting dalam mandi junub adalah
menyampaikan air ke seluruh tubuh. Dengan kata lain, membasahi seluruh bagian
tubuh dengan air. Tidak harus menggunakan sabun atau shampo. Walaupun juga
bukan merupakan larangan.
Orang-orang dahulu menyebut mandi dengan membasahi
rambut sebagai ‘keramas’. Sehingga pada saat sekarang, istilah itu mengalami
pergeseran makna menjadi cuci rambut dengan menggunakan cairan pembersih
(shampoo). Pergeseran makna seperti inilah yang barangkali melahirkan sedikit
kerancuan, sehingga perlu diluruskan kembali. Singkatnya, yang dinamakan mandi
jinabah hanyalah niat dan meratakan air ke seluruh tubuh. Dan tidak diharuskan
menggunakan shampo atau cairan pembersih apapun.
Mandi disebut al-ghasl atau al-ghusl berarti
mengalirnya air pada sesuat. Sedangkan dalam istilah syara’ ialah mengalirnya
air keseluruh tubuh disertai dengan niat. Salah satu dari rukun mandi yaitu
menyampaikan air keseluruh tubuh, meliputi rambut dan permukaan kulit. Dalam
hal membasuh rambut, air harus sampai ke bagian dalam rambut yang tebal.
Sanggul atau gulungan (dafa’ir) rambut
wajib dibuka jika air tidak dapat dibagian dalamnya tanpa dibuka,. Akan tetapi,
rambut yang menggumpal (ma;qud) tidak
wajib dibasuh bagian dalamnya.
Kewajiban
membasahi rambut pada waktu mandi didasarkan pada hadist nabi saw yang artinya
“sesungguhnya dibawah tiap-tiap rambut itu ada jinabah, maka basahilah rambut
dan bersihkanlah kulit” (HR Bukhari). Dan dalam hadits yang artinya
“Barangsiapa yang meninggalkan tempat satu rambutpun, tidaak dibasuhnya, pada
waktu mandi jenabah akan dikenakan terhadapnya sesuatu dr neraka.” (HR Abu
Daud).
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Makan dan minum setelah berwudhu tidak
membatalkan wudhu tapi lebih baiknya jika berwudhu lagi.
2.
Mandi jinabah harus keramas dan bagi wanita
sanggul harus dilepas karena biar meresap sampai kedalam rambut.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution Lahmuddin.1999.Fiqh 1.
https://www.islampos.com/keramas-pakai-shampo-saat-mandi-junub-haruskah-94652/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar