animasi bergerak

Sabtu, 10 Desember 2016

THAHARAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Thaharoh berarti bersih (nadlafah), suci (nazahah) terbebas (khulus) dari kotoran (danas) seperti tersebut di dalam Al-Qur’an yang artinya : ”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan orang-orang yang mensucikan diri. (al-Baqarah/2; 222).
            Menurut syara’, thaharah ialah mengangkat (menghilangkan) penghalang yang timbul dari hadats atau najis. Dengan demikian thaharah syar’I terbagi menjadi dua macam, yaitu thaharah dari hadats dan thaharah dari najis.
            Thaharoh dari hadas ada tiga macam yaitu wuduh, mandi, dan tayamum. Alat yang digunakan untuk bersuci ialah air untuk wudhu dan mandi; tanah untuk tayamum. Sedangkan Thaharoh dari najis menurut lughot, najis berarti semua yang dipandang kotor (mustaqzar), sedangkan dalam istilah syara’ ialah setiap kotoran yang mencegah syahnya sholat, dalam keadaan tidak ada rukhsah.
B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana hukum makan setelah berwudhu ?
2.      Bagaimanakah hukum keramas saat mandi jinabah ?








BAB II
PEMBAHASAN

A.    HUKUM MAKAN DAN MINUM  SETELAH BERWUDHU
Makan dan minum setelah berwudhu tidak membatalkan wudhu kecuali jika seseoarang setelah wudhu makan daging onta, baik yang di panggang maupun dimasak dengan cara lain, maka menurut sebagian ulama hal ini membatalkan wudhu.[1] Pendapat ini dikuatkan pula oleh Imam Nawawi[2]. Dan merupakan pendapat Imam Ahmad, Imam Ibnu Hazm dan Imam Ibnu Taimiyah.
Adapaun dalil yang dipakai oleh para ulama yang mengkategorikan batal wudhu seseorang yang makan daging onta yang artinya adalah Dari Jabir Bin Samura, bahwasanya ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasullullah Saw : “Apakah aku mesti berwudhu karena makan daging kambing? Beliau menjawab : ”JIka engkau mau maka wudhulah, namun jika tidak maka tidak mengapa.” Ia bertanya (lagi) ; “apakah aku mesti berwudhu jika makan daging onta? ; Beliau menjawab: ”Ya, berwudhulah engkau makan daging onta.” (HR. Muslim No.828)
Dalam riwayat lain di sebutkan yang artinya “dari abdulloh ia berkata: “aku mendengar rosululloh Saw :” berwudhulah kalian lantaran kalian makan daging onta dan kalian tidak berwudhu lantaran kalian makan daging kambing. Berwudhulah kalian lantaran kalian minum susu onta dan kalian tidak perlu berwudhu lantaran kalian minum susu kambing. ”(hadist riwayat HR.Ibnu majah NO: 536)
Namun menurut jumbur ulama, Abu Hanifah, Malik, Asyafi’i dan Ats Tsauri memakan daging onta tidak berwudhu. Mereka berdalil dengan hadist yang artinya “dari Muhammad bin Munkadir ia berkata: “aku mendengar jabir bin abdillah berkata: “perkara yang terahir dari (ketetapan) rosululloh Saw adalah meninggalkan wudhu dari makanan yang di sentuh api.”( Hadist riwayat Nasai NO 185 dan di shahihkan oleh syeikh Al bani.
B.     HUKUM MEMBASAHI RAMBUT PADA WAKTU MANDI JINABAH

Keramas dipahami oleh masyarakat umum sebagai mencuci rambut dengan shampo. Bila demikian pengertiannya, maka mandi junub itu tidak identik dengan keramas. Karena yang penting dalam mandi junub adalah menyampaikan air ke seluruh tubuh. Dengan kata lain, membasahi seluruh bagian tubuh dengan air. Tidak harus menggunakan sabun atau shampo. Walaupun juga bukan merupakan larangan.
Orang-orang dahulu menyebut mandi dengan membasahi rambut sebagai ‘keramas’. Sehingga pada saat sekarang, istilah itu mengalami pergeseran makna menjadi cuci rambut dengan menggunakan cairan pembersih (shampoo). Pergeseran makna seperti inilah yang barangkali melahirkan sedikit kerancuan, sehingga perlu diluruskan kembali. Singkatnya, yang dinamakan mandi jinabah hanyalah niat dan meratakan air ke seluruh tubuh. Dan tidak diharuskan menggunakan shampo atau cairan pembersih apapun.
Mandi disebut al-ghasl atau al-ghusl berarti mengalirnya air pada sesuat. Sedangkan dalam istilah syara’ ialah mengalirnya air keseluruh tubuh disertai dengan niat. Salah satu dari rukun mandi yaitu menyampaikan air keseluruh tubuh, meliputi rambut dan permukaan kulit. Dalam hal membasuh rambut, air harus sampai ke bagian dalam rambut yang tebal. Sanggul atau gulungan (dafa’ir) rambut wajib dibuka jika air tidak dapat dibagian dalamnya tanpa dibuka,. Akan tetapi, rambut yang menggumpal (ma;qud) tidak wajib dibasuh bagian dalamnya.
            Kewajiban membasahi rambut pada waktu mandi didasarkan pada hadist nabi saw yang artinya “sesungguhnya dibawah tiap-tiap rambut itu ada jinabah, maka basahilah rambut dan bersihkanlah kulit” (HR Bukhari). Dan dalam hadits yang artinya “Barangsiapa yang meninggalkan tempat satu rambutpun, tidaak dibasuhnya, pada waktu mandi jenabah akan dikenakan terhadapnya sesuatu dr neraka.” (HR Abu Daud).




BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.      Makan dan minum setelah berwudhu tidak membatalkan wudhu tapi lebih baiknya jika berwudhu lagi.
2.      Mandi jinabah harus keramas dan bagi wanita sanggul harus dilepas karena biar meresap sampai kedalam rambut.

















DAFTAR PUSTAKA
Nasution Lahmuddin.1999.Fiqh 1.
https://www.islampos.com/keramas-pakai-shampo-saat-mandi-junub-haruskah-94652/




[1] Shahih fiqih sunnah,Abu Malik Kamal Sayid Salim 1/138
[2] Syarah Shahih Muslim 1/328

Tidak ada komentar:

Posting Komentar